Komunitas Anak Dayak Maanyan (KOMANDAN) jln. Nansarunai RT.V, dabung (depan RSUD Tamiang Layang), Kabupaten Barito Timur, contact personne : (ebbi)+6285249537058, PIN BB 27011fe5 (Alfirdaus) +621351946584 e-mail komandan_maanyan@yahoo.com komandanmaanyan@gmail.com

Kamis, 09 Maret 2017

Ritual Kematian tertinggi dayak maanyan kedamangan Paju Epat

Papuyan, tempat pelaksanaan pembakaran tulang
IJAME

sebuah ritual adat yang dilaksanakan oleh penganut Hindu kaharingan yang berasal dari wilayah adat kedamangan Paju Epat beserta keturunannya. Masyarakat adat sangat menjunjung tinggi nilai2 luhur yang ditanamkan dan diwariskan secara konsisten turun menurun oleh nenek moyang mereka. Oleh karena itu ikatan batin yang sangat kuat terjalin antara mereka dan nenek moyangnya...
Melalui ritual Ijame inilah salah satu bentuk penghormatan mereka terhadap nenek moyang mereka yang telah meninggal.. sebuah proses penghantaran roh-roh leluhur menuju ke surga melalui sebuah ritual kematian yang tertinggi dalam tatanan hukum adat masyarakat Paju Epat.
Disamping kegiatan ritual sakral yang mereka anut ini, sebuah keunikan yang menjadi daya tarik tersendiri dalam prosesi penghantaran tersebut. Dalam bagian pelaksanaan Ijame terdapat sebuah prosesi pengkremasian atau pembakaran serupa dengan pengkremasian yang dilakukan oleh masyarakat Hindu Bali yakni Ngaben.. hanya saja masyarakat Hindu Kaharingan Paju Epat melaksanakan pembakaran tulang2 orang yang telah lama di kubur..
Proses pengkremasian/pembakaran tulang
Begitu banyaknya persyaratan yang harus terpenuhi dan biaya yang tidak sedikit membuat kegiatan ritual ini tidak bisa dilaksanakan setiap tahun.. terakhir dilaksanakan pada tahun 2010 dengan keseluruhan kegiatan memakan waktu hampir 2 bulan. Syarat mutlak yang harus lengkap adalah 3 buah peti(rarung) yang berisikan tulang, masing-masing adalah rarung panamakan, rarung panawu wua surat dan rarung biasa... apabila salah satu rarung tersebut tidak ada maka ritual Ijame tersebut tidak bisa dilaksanakan...
Pada tahun ini ritual kematian  tertinggi "Ijame" tersebut akan digelar selama hampir 2 bulan dengan Ritual intinya selama 9 hari 9 malam.. Ritual inti dilaksanakan mulai tanggal 15 -23 Juli 2017, sedangkan secara keseluruhan akan dimulai dari 15 Juni 2017 dengan kegiatan Ngapandru Aning.. Ijame akan dilaksanakan di Desa Murutuwu, kec. paju epat, kab.barito timur, Kalimantan Tengah.. desa murutuwu berjarak 12 km dari tamiang layang ibukota kabupaten dan sekitar 6 jam perjalanan dari palangkaraya ibukota Kalimantan Tengah.
Rarung panamakan, rarung panawu wua surat dan rarung biasa

Jangan lewatkan kesempatan langka ini, karena sangat jarang dilaksanakan.... come and explore our hidden treasure!!!!!! a highest death ceremony with unique culture of dayak maanyan tribe in East Barito, Central Kalimantan..
Jadwal ritual Ijame di desa Murutuwu


Jumat, 06 Mei 2016

Asal - Usul Adat Perkawinan Dayak Maanyan

Asal mula timbulnya adat perkawinan sesuai Karaharak/Penuturan Silsilah Adat disetiap Perkawinan Suku Dayak Ma’anyan sampai dengan sekarang,  Bermula Dari Kampung Pupur Parumatung Banua Langai Langit, Patah Mulung Sasuratan suatu ketika seseorang berburu mendapatkan 2 ekor  binatang yang tidak mereka ketahui namanya, ketika orang-orang ramai mencari tahu nama binatang tersebut, lalu menurut Nini Punyut ( Etuh Bariuangan )  namanya adalah  :

1.    Amunin Rimui Langit Eha Purun Kapamulu Situa Ganap Sisik.
2.    Wurung Sidura Dure Amu Riak Rengkai Lengan Nyuung Kamang Rariasan, Pamiluwu Sampa Ringgit.

Maka lalu disemblih lah binatang-binatang tersebut darahnya dimasukan kedalam wadah dan dagingnya dimasak,  dan dimasukan kedalam satu wadah, lalu Nini Punyut memanggil Datu Sawalas ( 11 ) dengan Dara  Dua Belas ( 12 ) dan Nini Punyut meminta mereka memakan masakan tersebut setelah itu menanyakan kepada mereke masing-masing bagaimana rasanya :
1.         Datu Tantaran Wulau, Raden Bapangkat Amas.
2.         Datu Bias Layar, Miharaja Tampi Didagangan Amas.
3.         Datu Mangkaren, Miharaja Putut Watuntungan
4.         Datu Patahala Langit, Miharaja kabeh Lalan.
5.         Datu Garinsingin, Miharaja Hanak Lala.
6.         Datu Siangan Langit, Miharaja Tutuyan Anrau.
7.         Datu Dauh Langit, Miharaja Nungkun Lalan Anrau.
8.         Datu Papusuk Langit, Miharaja Sungkul Lalan Anrau.
9.         Datu Nuluh Wuman, Miharaja Tinyau Laut.
10.     Datu Pujut Tulisan, Miharaja Gunung Lunsir.
11.     Datu Ma Saliaung, Miharaja Ammah Engkai.

1.         Dara Gansa Tulen Agung Puhur Langit.
2.         Dara Ngumpai Banang Suraibu Ngubar kapas.
3.         Dara Punsa Lamiang Suraibu Wulau Lalung.
4.         Punsu Kasa Suraibu Turus Riwut.
5.         Dara Punsu Amas, Suaribu Wulan Tunyung.
6.         Dara Sunra Unru, Suaribu  Tamiasau Wulan.
7.         Dara Legar Gansa, Suraibu Mangatekang Lengan.
8.         Dara  Bubar Wunge, Suraibu Pangiluwu.
9.         Dara Sarun Sadang Surai Ibu Kalinangan Tangar.
10.     Dara Apen Karupeh Wawei, Sariwana Ine Jawan Piyu Tandrik
11.     Dara Tamurak Punsu, Dara Hemai Panuluen
12.     Dara Apen Piteng

Dan konon kepada Datu Sawalas dan Dara Dua Belas, bagi mereka yang sama rasa dijadikan Nini Punyut sebagai dasar untuk menyatukan mereka menjadi suami isteri, lalu mereka di Pilah/Palas denga darah binatang yang mereka makan, maka sejak itu timbul ada adat perkawianan dengan dasar Sama Rasa, Sama Perasaan.


Yang Sama Rasa Antara Datu Sawalas Dengan Dara Dua Belas Antara Lain  :
1.    Datu Tantaran Wulau, Raden Bapangkat Amas. sama rasa dengan 
Dara Gansa Tulen Agung Puhur Langit,  dan beranak ( Hi Jarang )
2.    Datu Bias Layar, Miharaja Tampi Didagangan Amas. Sama rasa dengan
Dara Ngumpai Banang Suraibu Ngubar kapas dan beranak ( Damung Paning ragen Riak Gansa Purun )
3.    Datu Mangkaren, Miharaja Putut Watuntungan Sama rasa dengan
Dara Punsa Lamiang Suraibu Wulau Lalung dan beranaka ( Damung Iban Maleh Pusi Raya Gunung )
4.    Datu Patahala Langit, Miharaja kabeh Lalan. Sama rasa dengan
Dara Punsu Kasa Suraibu Turus Riwut dan beranak ( Damung Mantir kaki, Ratu Ngaluh Langit )
5.    Datu Garinsingin, Miharaja Hanak Lala. Sama rasa dengan
Dara Punsu Amas, Suaribu Wulan Tunyung. dan beranaka ( Damung Anya Gunung, ratu Guruh Anrau )
6.    Datu Siangan Langit, Miharaja Tutuyan Anrau. Sama rasa dengan
Dara Sunra Unru, Suaribu  Tamiasau Wulan Dara  dan beranak ( Damung Lampung Dinei, Gana Mean Sinsin atau HI ANGAR.
7.    Datu Dauh Langit, Miharaja Nungkun Lalan Anrau. Sama rasa dengan
Legar Gansa, Suraibu Mangatekang Lengan dan beranak ( Si Papak Raden Limung, Ratu Agung Mansing )
8.    Datu Papusuk Langit, Miharaja Sungkul Lalan Anrau. Sama rasa dengan
            Dara  Bubar Wunge, Suraibu Pangiluwu. Dan beranak ( Damung Bangkas  Maleh, Ratu Nyaluk Langit )
9.    Datu Nuluh Wuman, Miharaja Tinyau Laut. Sama rasa dengan
Dara Sarun Sadang  dan beranak  (Damung Laip Ngilu Patis Payung Anrau atau Hi Idung).
10.     Datu Pujut Tulisan, Miharaja Gunung Lunsir. Sama rasa dengan
Dara Apen Karupeh Wawei, Sariwana Ine Jawan Piyu Tandrik dan beranak (Mantir Talengu , Ganna Papan Wawei )  atau Hi Engu.
11.     Datu Ma Saliaung, Miharaja Ammah Engkai. Sama rasa dengan
Dara Hemai Panuluen
Dara Apen Piteng
Dan beranak ( Damung Tengkai Maleh, Ratu Guruh Riwut atau HI ENGKAI .

Jadi sejak berwala dari Datu Sebelas Dara Dua Belas dipalas dengan darah binatang yang mereka makan bersama-sama tersbut oleh NINi PUNYUT ( ETUH BARIUNGAN ), maka sejak itulah dasar adanya perkawinan dengan dasar adat sama rasa, sameh inam, sama tujuan, sama kehendak.
  
Dari Pupur Parumatung mereka membuat hunian baru yakni Di Nansarunai dan disini lah mulai ditetapkannya mantir adat, untuk mengatur dan menata aturan kehidupan dengan adat, pimpinan tertinggi pada jaman itu di Tumpuk Nansarunai Raden Anyan dengan gelar Datu Tantaran Wulau Raden Bapangkat Mas atau Amah Jarang istrinya Diang Janah gelar Dara Gansa Agung Paur Langit atau Ineh Jarang .   


Kaharak Tutur Wat Benua Lima

      
ASAL USUL HUKUM ADAT  ( KARAHARAK TUTUR  ) .

Berangkat dari asal-usul dunia yang masih kosong atau Awal Paramula, Ire Parawente Dunia ( Dari Alam Wung Wang, Dunia Kaus Kukus, Bergantung Tidak Bertali, Bertajak Tidak Bertiang, Berdiri Disangkul Amun, Berduduk Di Daya Mana, maka sejak Tuhan Menganugerahkan KuasaNya PenciptaanNya terhadap Dunia yang masih kosong/belum ada meliputi Bumi dan Langit Beserta Isinya., ( Tuhan Menciptakan Bumi dan Langit ) dari berupa Tane Murupitip, Alam Nguruminim mulai Tane/Tanah Kala Tipak Jaring, Alam Kala Tunun Jaan Parey selanjutnya Tane/Tanah Kala Tipak Ragi, Alam Kala Tipak Anyar selanjutnya Tane/tanah Jurung Hamunyut, Alam Hamiku Paing sementara Langit Kala Payung, Alam Kala Dadar Lalu Dunia Sampai Pada bentuk Jadi Tane Ilamungkun Siung, Gumi Ilamungkun Punei Lau Tuhan Sang Pencipta Menganugerahkan dengan 5 ( Lima ) jenis kayu pertama :
1.    Kayu Tiang Aras ( Kayu Pintaruan )
2.    Kayu Mali-Mali Baduri
3.    Kayu Sampati Ali Biduri
4.    Rirung
5.    Kamat.

Untuk mengenapi PenciptaaNya, Tuhan Menciptakan Manusia Pertama untuk mendiami Dunia CiptaanNya yaitu : Kakah Warikung/Adam ( Laki-Laki ) dan Itak Ayan/Hawa ( Perempuan ) seiring  perjalanan  dari manusia pertama Adam dan Hawa ( Murun dan Sia ) hidup bersama dan diperintahkan oleh Tuhan untuk menitiskan manusi-manusia keturunannya.

Seiring perjalanan waktu manusia – manusia keturunan Adam dan Hawa terus berkembang dalam mendiami dunia,  melampaui waktu perjalanan hidup umat manusia, berangkat lah manakala cerita manusia hidup menyatu dengan binatang dan alam yaitu dipedalaman hutan belantara tumpuk/kampung Pupur Parumatung Banua Langai Langit, Patah Mulung Sasuratan, selanjutnya pindah ke Lili Kumeah, disana lah orang banyak tinggal, berkehidupan dan berkembang namun masih belum ada hukum adat/aturan yang mengatur kehidupan (  Jamak Salasar, Repang Rapis, Pepet Sampikur Jangka Kalulung atau aturan adat )  disana mereka hidup bersama bebas tanpa batas   ( Lagi Jatuh Mirra Putut Tukat, Riwu Lawe Tampuk Wa’e Nawang, Lagi Jatuh Mirra Sinsian Tayup,  Riwu  Lawe  Sampulakan  Unan,  Lagi   Jatuh

Mirra Putut Ngaran, Riwu Lawe Sampulakan Lunan, Lagi Tau Pangasini Pana Ine, Panga Giri Pana Anak ) yang artinya  Seratus Bergabung Tangga Naik, Berjejer Ujung Pintu Rumah, Seratus Bergabung Gantungan  Kelambu, Berjejer Sebelahan Bantal, Seratus Sama Awalan Nama, Bergabung Sebelahan Kumpang/Sarung, Bisa Saling Tertarik Anak dan Ibu, Ibu dan Anak ), merupakan suatu kondisi masa interaksi kehidupan manusia yang benar – benar bebas/tanpa aturan. Pamusi Putut Tukat, Panyanga Wae Nawang ( Aturan Tempat Tinggal dan Pelindung Rumah Tangga ) tidak ada sama sekal.

Suatu ketika muncul lah secara gaib Seorang Wanita dari Bawah Tanah yaitu Ungkup Batu dan pada waktu yang bersamaan muncul juga secara gaib Seorang Lelaki dari atas ( Langit ) Sawalang Gantung,  mereka lalu hidup bersama sebagaimana suami istri dan tiggal  di Tumpuk /Kampung Lili Kumeah seiring waktu mereka dikaruniani anak berjumlah Tangah Suei ( 8,5 ) atau delapan setegah karena 8 lahir selamat yang kesembilan keguguran ( Lehut Ira ) masing- masing bernama :
1.         INANG INE
2.         KAH RUPIANG AGUNG, PATIS GANA UMU LANGIT
3.         GAMILUK LANGIT, RADEN GAMURUH ANRAU
4.         DADAR HIANG
5.         PATIS ENYET
6.         GUMANTAR WAWEI
7.         TAMANANG JALI
8.         NINI PUNYUT ( ETUH BARIUNGAN )
0,5 ITAK ARUNAWAI

Seiring anak – anak mereka tumbuh besar ( Hante Amau Ranrung Janrah ) suatu ketika terjadi perselisihan antara Ibu Mereka Ungkup Batu dan Ayah mereka Sawalang Gantung karena mereka berdua memiliki perbedaan makanan ibu mereka Ungkup Batu yang berasal dari bawah tanah memakan yang mentah sedangkan ayah mereka Sawalang Gantung  yang berasal dari langit memakan makanan yang dimasak, rupanya hal itu seiring dengan waktu memicu  perselisihan yang  membuat mereka bertekat untuk berpisah dan akan kembali ketempat asalnya masing-masing. Sebelum  berpisah maka mereka mengumpulkan seluruh anak – anaknya, maka disampaikanlah maksud perpisahan orang tua mereka tersebut, serta ditanyakanlah satu persatu kepada seluruh anak-anak mereka mana yang mau ikut ibunya ( Ungkup Batu ) dan mana yang mau ikut ayahnya  ( Sawalang Gantung ).

1.         Pertama ditanyakan kepada anak mereka Inang Ine
       Inang Ine menjawab : Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya pergi tinggal ke :  Tane Rapu Putak Timau, Aku Basamat Jari Hi Itak Hudi, Itak Hundrai, Itak Uah, Itak Watek, Itak Hemuk, Itak Hang Kangkar ( Gelar Dewa Kesuburan Tanah ) maka ia bersapda amun ulun ngume naun ngaumule parei lule aku ngami hudi hundrai uah watek ma parei lule ulun dan ulun yeru akan mambagi hasil ni miwit aku saban ta’un.
       (yang artinya kalau orang  berladang/bercocok tanam padi dia akan memberikan kesuburan serta bulir buah padi yang banyak maka orang-orang akan membaginya dengan memberikan makan/miwit beliau setiap tahun. ( dewata inang ine diyakini sebagai pemberi kesuburan dan hasil panen )

2.         Kedua ditanyakan kepada anak mereka Kakah Rupiang
       Kakah Rupiang menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya pergi naik keatas langit  jari hiang piumung pakun jaya lowi, pakai ngiring timang ngintai, ngiring timang jaga, nyaga nyalinung, naris nerung dan nganyak ngajun ulun munta murunsia, amun here salu salamat, puang mekum maringin, buyuk kapu, ngaret melah, bauntung batuah, barajaki here akan mambagi rajaki miwit aku saban ta’un.     (yang artinya ( beliau akan menggaibkan diri naik ke atas langit  menjadi junjungan dan apabila manusia tidak selamat tidak celaka, tidak sakit dan tidak mengalami kekurangan maka manusia akan membagaikan rejeki dengan memberikan makan/miwit beliau setiap tahunnya ).

3.         Ketiga  ditanyakan kepada anak mereka Gamiluk Langit
       Gamiluk Langit menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya mamai ma amau langit muneng hag awan dan akan jari Hiang Piumung Nanyu Mangusiga Ondru, Nganyan Manguwahat Aku Gaduh Riwut Barat, Ampeng Kelat, Rakun Dudup Awan Baku. Amun ulun munta murunsia ngume naun ngamule parei lule basap tanaman, pintaruan mun ganyah rahat timul bintang parawan nyararak ra’ai  ulun iyuh muau dan aku nunyu himantuang riwut nyandrakai nelang palus ngawu kawan rakun dudup awan baku ngulah anraua uran nupan nyamulem pamulean parei lule kuan pamulean sasap tanaman nupan tau welum ranrung janrah nelang subur kaiyuh wunge, mua wusi isa mauah, mawatek, mahudi, mahundrai amun ulun wahai kaiyuh ngapi ngaun parei maka  here mamabagi anri miwit makan aku saban ta’un.

 (Beliau akan menggaibkan diri ke langit dan diam diawan menjadi Junjungan yang memelihara dan mengatur Awan, Angin, Guntur Patir, Halilintar  serta Bintang dan Bulan serta akan membantu manusia dalam musim dan masa bercocok tanam serta membantu membentuk hujan agar manusia dapat berhasil dan mendapatkan hasil yang berlimpah ruah maka manusia akan membagikan kepada beliau dengan Memberikan makan/Miwit Beliau Setiap Tahunnya ).

4.         Keempat  ditanyakan kepada anak mereka  Dadar Hiang
       Dadar Hiang menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya Aku tulak Magunung Iwei Wundrung, Watu Inunyak Mayang aku manggaduh kawan pahiangan ulunmatuh ulun jaya, amun ulun nawut wusi weah muwar wungen ta’un bahajat antara akau akan ngampinau Ilau Jayang Katuh, Minyak Jayang Rana, bu ulun jaya ulun matuh bu Nampihik Sajian Galaran nyipulun Aku.
       ( Yang artinya  :  Beliau akan menggaibkan diri pergi tepat penghanturan Do’a, harapan dan keinginan manusia dalam berjat/nasar melewati orang – orang sakti/jaya, beliau berjanji menurunkan minyak untuk memenuhi setiap janji/nasar manusia melewati orang sakti/jaya sehingga orang-orang sakti/jaya yang melaksanakan ritual akan membagi sesajen yang disiapkan kepada beliau dengan memercik/nampihik ). Atau dalam bahasa ritual Upa pala Tungken Lalu.

5.         Kelima  ditanyakan kepada anak mereka  Patis Enyet
       Patis Enyet menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya, Pergi ke Gunung Manrue, watu kakurungan Jaya, Jadi Nayu Mawerep Tapi Lungai, Masansang Nian Amun, Ulun Takia Mihebu Hayung Majangkau, Aku Ngiring Ngintai, Ngajak Ngajun, Nyalinung Nyaliku Takut maka Kapusunan, Katendreken, Gagudan Ngawaha, amun ulun masuk mamedan paparangan, galanggang katu marang aku ngmi Kakatuhen Kajayaan nupan puang tundrung tunya, batan tulisan, Here bu Miwit Makan Aku.
       ( Yang artinya : Beliau akan pergi menggaibkan diri ke gunung dan hutan belantara dan siap menjaga  manusia dalam bepergian supaya tidak ada gangguan dari penjaga hutan dan gunung serta siap menjaga dan memeberikan kekuatan/kesaktian/kejayaan kepada manusia yang pergi ke medan peperangan supaya tidak celaka maka mereka yang meminta/memohon bantuan beliau akan memberikan makan/miwit Beliau ).   

6.         Keenam  ditanyakan kepada anak mereka  Gumantar Wawei
       Gumantar wawei menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya, Pergi ke Gunung Maniungku Sangkaru wawun Bukit, Gunung Maniungku Sangkaru Wawun Tangai  dan akan menjadi Datun Harian Miharaja Lulang Unui   ( Kariau panyaga jumpun haket, situa maraga ) amun ulun kai ngantara kuan eha situa marga wawui, kawawe, parang, palanuk here harus ilaku anri aku, bu here miwit/makan aku dulu anri nyiap Sarakapan Mahang , Ateluy, Baya Wusi Weah Atawa Ansak pala Punsi Baya Nahi Dite Madintang, Mariang baya Nahi Lungkung kakuring, Maintem anri ateluy aku ngami ma here juat ulih situa eha.

       ( Yang artinya  : Beliau akan menggaibkan diri pergi ke bukit dan lembah dan beliau lah penjaga hutan belantara serta marga satwa dan apabila manusia ingin berburu marga satwa beliau minta manusia menyiapakan sesajen khusus untuk memberikan makan/miwit beliau sehingga baru beliau memberikan hasil yang berlimpah/banyak ).
-        Bukti sering orang berburu  susah menemukan marga satwa hutan mauring/pelit sehingga sesudah dilaksanakan Upcara Ngariau / Miwit Kariau Jumpun Baru Mendapatkan Marga Satwa ).

7.         Ketujuh  ditanyakan kepada anak mereka  Tamanang Jali
Tamanang Jalai menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan menggaibkan dirinya, Pergi ke Lubuk Datun Tikui, Putut Kupang Sanen Agung beliau menjadi Diwata Sanranum Riau Mulau, maka setiap manusia sah kaiyuh anak/gena here harus nganrus anak here matapian  iwara ma aku anri natap sajian galaran muwur walenun baya ateluy erang kadiki  mak makan/miwit aku.

( Yang artinya : Beliau menggaibkan diri kedalam sungai, kali, danau menjadi Dewata Air dan manusia yang memperoleh anak/bayi harus memandikan anaknya ketepi sungai sebagai bentuk pemberitahuan kepada beliau dengan menyiapkan sesajen menabur abu dan Antelui  1 biji untuk memberikan makan/miwit beliau ).
8.         Kedelapan  ditanyakan kepada anak mereka  Nini Punyut ( Etuh Bariungan )
       Nini Punyut menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia tidak menggaibkan diri tetap menjadi manusia dan akan Pergi Tinggal di Burit Lewuan Lusun, Huluk Hulai Minang minuh,, Burit Lewuan Panan Huluk Hulai Napa Iwa Hang Riet Taluk Nansarunai, Taliku Tane Ngamang Talam aku tatap jari munta murunsi tamiundring mulan gawai,  karena hanya Nini Punyut yang tetap bertahan menjadi manusia maka Ayah dan Ibunya menitahkan/nguruk ngajar  beberapa aturan-aturan kehidupan yang harus dijalanani Nini Punyut.
9.         Kesembilan  ditanyakan kepada anak mereka  Tangah Suei  8,5  Itak Arunawai
       Itak Arunawai menjawab  :  Bahwa ia memutuskan untuk tidak ikut ibunya dan tidak juga ikut ayahnya, namun dia akan tinggal di Gunung Pahelangan, Watu Pahalatan aku jari Pa’antahan, Patenungan  mun ulun itunti ma aku,  bu mitah Nawut Wusi Weah, Muwar Wungen Taun iru jatah ku here miwit/ makan aku.
       (Yang artinya  : Akan tinggal di batas antara manusia dan alam gaib sebagai penghubung  mansuia sakti/jaya dengan manusia, menaburkan beras maka itulah sebagai wujud memberikan makan/miwit beliau. 
       Setelah semua anak-anaknya sudah memberikan jawaban maka secara gaib mereka masing-masing pun pergi menghilang sesuai ke tempat yang mereka kehendaki masing-masing, tinggallah Nini Punyut sendiri dan Nini Punyut pun pergi meninggalkan tumpuk/kampung Lili Kumeah menuju ke Burit Lewuan Lusun Huli Hulai Minang Menuh ( Taluk Nansarunai ) tinggal disebuah pohon besar ( Nunuk Waringin ) Nini Punyut pun memutuskan untuk tinggal disana..
       Sepeninggalan perginya Ungkup Batu dan Sawalang Gantung beserta seluruh anaknya kehidupan di tumpuk/kampung Lili Kumeah berjalan begitu adanya, sesuai belum adanya tatanan yang mengatur kehidupan maupun tatanan yang mengatur kematian terjadi begitu adanya sehingga orang berkumpul begitu saja tanpa dikawini, belum mengenal istilah Idapa Ibela, Nganak Ngampang Ngading Siwuntung, Ngalat Ngerut  dan hukum pun belum ada maka seiring perjalanan waktu suatu ketika  terjadi Ulun Iwunu Ipatey ( Berkelahi membunuh dan dibunuh ) mayat-mayat  berserakan membusuk dimana-mana karena mereka belum mengenal tatanan kematian yang harus dikubur.

       Lili Kumeah pun diselimuti laing riha, bau busuk yang begitu menyengat sekali sampai-sampai bau busuk di bumi ini lah yang naik sampai ke langit  kumar suei, rakun kampat walu ( langit lapis Sembilan, Awan Lapis Delapan ) sampai ke tempat Tuhan Nguasa, Alah Tala Ngaburiat ( Tuhan yang Kuasa ) lalu Tuhan pun memanggil Lalung Walu Punei Laki untuk diutus ke bumi  memeriksa keadaan yang menyebabkan bau busuk sampai keatas langit, maka berangkatlah Lalung Walu Punei Laki setelah melihat keadaan maka sampailah di tumpuk/kampong Lili Kumeah setelah melihat dan mempelajari keadaan maka pulanglah Lalung Walu Punei Laki menghadap kepada Tuhan melaporkan bahwa telah terjadi kerusuhan/ipatey iwunu antara manusia di tumpuk/kampung Lili Kumeah  karena kehidupan yang bebas tidak ada aturan.    

       Maka Tuhan pun mengutus kembali Lalung Walu, Punei Laki untuk kembali dengan membawa Tokal Banang Rawai Wali Beserta Pangkan Wini Parei Dite, Parei Lungkung ( Bongkahan Bening dan Bibit Padi Ketan dan Padi Biasa ) dan Tuhan bersabda melewati Lalung Walu  jatuhkan di tumpuk/kampong Lili Kumeah barang siapa manusia dapat membuka Tokal Banag Rawai Wali maka itu lah orang yang dapat mengatur kehidupan manusia di tumpuk/kampong Lili Kumeah atau yang dapat dan mampu melaksanakan tatanan kehidupan mereka semua, sebelum Lalung Walu, Punei Laki menjatuhkan Tokal Banang Rawai Wali harus mencari dulu sebuah pohon Kakau Taniah Abun Banyana, Tungkup Mena Jaru Nenung                        ( Kakau/Pohon, Taniah/Aren ) lalu Tuhan meminta mereka nyanruntun/menjatuhkan dulu tunun/tandan taniah/aren untuk mengejutkan marga satwa  agar pergi ketengah hutan supaya tidak lagi hidup bersama-sama dengan manusia. Baru mereka diminta untuk menyampaikan Santaru/Nyanyian Esi Uli Ina Wasi Sintak Uyat Bagugamat, Hie Tau Ngugah Tukal Banang Rawai Wali Yeru Jari Samperai Hukum Janang Dadai Adat “   
       Dan itu merupakan masa atau saat Tuhan memisahkan antara Manusia dan Marga Satwa.

       Sesuai yang dititahkan olah Tuhan maka Lalung Walu, Punei Laki berangkat menuju tumpuk/kampung Lili Kumeah setelah sampai mereka pun mencari Pohon Taniah/Aren sesuai yang disapdakan Tuhan lalu mereka pun hinggap dan langsung menggugurkan tandannya   (Nyanruntun Tunun Tangkung Taniah  Akun Banyana Tang Mena Jaru Nenung dan Tunun Takung Taniah Galis Lawu Nyalah Itamutu Gugur Alang Itamehai Lawu Nyalah Petu Badil , Gugur Alang Manah Api wua ni tahamur erang natat Tumpuk Lili Kumeah ).
       Karena begitu keras bunyi gugurnya maka seluruh Marga Satwa terkejut dan berlarian ketengah hutan meninggalkan tumpuk/kapung Lili Kumeah ( Wawui Nalau Dulang Iwek galis  tulak ma Balai Gunung Waruga Uwa Wawu, amun Lampiran nalau Raga Manu galis Tulak ma Balai Lasi, Waruga Werek Wekun, amun Wu’ah Gagah Ngandrei Hang Tapian, Wayu Pangeuk Ninye Hang Tungkaran galis Tulak ma Lubuk Lalem, Rantau Amau, amun  Wiyuang Pana Anak  Ngandrei Tumpa Lalan, Lalung Kupang Laki wawei Ninye Mensang Enui galis Tulak Ma Hepung Waruga  Kayun Kulun, amun Anipe Tada Patuk Pangandrei Putut Tukat galis Tulak Ma Jumule manyati Tane Kumpau Abun Surat.
       Setelah seluruh binatang hutan habis pergi berlarian meninggalkan kampong Lili Kumeah  hanya tersisa yang tinggal babi, Manu , kucing, itik, Kerewau/kerbau , Kaming  dll lalu Lalung Walu, Punei Laki Nyantaru/menyanyikan sesuai yang disapdakan Tuhan serta langsung melemparkan Bongkahan Benang ke tengah kampung Lili Kumeah, maka orang – orang pun berebutan untuk membuka bongkahan benang tersebut namun sudah seharian tidak ada satu pun mereka yang berhasil membukanya hampir satu kampung bahkan bongkahan benang tersebut semakin kusut. Takala mereka sudah putus asa datang lah empat orang anak – anak yang baru pulang dari bepergian yaitu  : 1. Raksa Pateh, 2. Patis Pateh, 3.Singa Galanteh, Dan 4. Patis Jaga Mada  lalu orang banyak meminta mereka pun ikut juga mencoba membuka bongkahan benang tersebut,    anak –anak tersebut menolak kalian saja orang tua dan sudah satu kampung tidak bisa apalagi kami yang masih anak-anak, tidak kata salah satu kalau kalian belum mencoba berarti belum semua kita membukanya dan keempatnya pun menuruti permintaan tersebut..

       Konon cerita keempat anak-anak tersebut teringat bunyi santaru atau lantunan syair yang juga mereka dengar yaitu : Esi Uli Ina Wasi Sintak Uyat Bagugamat, Hie Tau Ngugah Tukal Banang Rawai Wali Yeru Jari Samperai Hukum Janang Dadai Adat “ lalu mereka pun mengingat sambil berusaha melantunkannya, lalu mereka meraih bongkahan benang tersebut, keempat anak tersebut pun berusaha membuka dengan mencari – cari ujungnya konon cerita bongkahan benang tersebut langsung terbuka  dan saking banyaknya sampai menutupi seluruh kampung Lili Kumeah. Sesuai bunyi pesan syair dan hanya mereka yang mapu membuka bongkahan benang itu maka mereka menunjuk keempatnya untuk mengatur kehidupan di tumpuk/kampung lili Kumeah.  
Konon  cerita mengingat mereka masih anak-anak mereka pun masih bingung bagaimana mengatur kehidupan orang banyak bahkan lebih tua dari mereka,  lalu mereka disuruh untuk menemui Nini Punyut ( Etuh Bariungan ) yang tinggal di Burit Lewuan Lusun Huli Hulai Minang Menuh ( Taluk Nansarunai ) tinggal disebuah pohon besar ( Nunuk Waringin ) untuk menyampaikan kejadian itu dan menanyakan maksud pesan itu dan kenapa mereka yang hanya bisa membuka Tokal Banang Rawai Wali serta bagaimana cara mengatur kehidupan masyarakat di Tumpuk/Kampung Lili Kumeah.

Lalu mereka berempat pun pergi untuk menemui Nini Punyut,  setelah melakukan perjalanan Kia Alah Kuru Alah, Kia Tane Kuru Tane, Mitah Balai Padang Waruga Siai lalung, Mitah Balai LasiWaruga Wekun, Mitah Balai Hepung Waruga Kayun Kulun, Mitah Balai Janah Waruga Karanganyan,  Mitah Balai Lu’au Waruga Tane Lumpur, Katuan Wadik Watang Kayunmaras  Niahng kalan,   mereka pun sampai ditujuan dan  menemukan Pohon Waringin/Beringi tempat tinggal Nini Punyut.

 Konon cerita waktu menemukan tempat tinggal Nini Punyut, Nini Punyut sedang tidur nyenyak, mereka pun  membangunkannya tapi tidak bisa Nini Punyut tetap tidak bangun, sudah beberapa kali berusaha membangunkanya tapi tetap tidak bangun-bangun,  lalu mereka mebangunkan dengan cara santaru/syair dengan beberapa kali :
yang Pertama    : Pangkung Lutut, Pangkung Lutut Pangkung Lutut Hang Wanawang, Amuan Hanyu Nini Punyut, Antangun Tampu Awang-Awang, tetap belum bangun.
yang Kedua    : Tepu Gagang Waruh, Ingauran Luen Memai, Amun Hanyu Etah Pangandrei Taluk Nansarunai,  tetap belum bangun.
yang Ketiga    : Taginta Tagintu, Wawa Hiang Ekat Isa, Iri Sangku Buntu Putut Tendru Danu Wayang Hang Sulangka,  Nini Punyut pun langsung terbangun.

Setelah menceritakan seluruh kejadian dan nyanyian/santaru/syair pesan itu, lalu keempatnya meminta Nini Punyut untuk mengajarkan mereka cara mengatur kehidupan orang-orang yang tinggal di kampung Lili Kumeah. Dan konon Nini Punyut lah yang mengajarkan mereka bereempat bagaimana cara-cara mengatur Tatanan Kehidupan sehingga adanya tatanan aturan-aturan kehidupan di kampong Lili Kumeah yang lalu berkembang secara luas seiring perjalanan kehidupan manusia pada jaman itu dan semakin sempurna seiring perjalanan waktu. 


Cerita diatas merupakan salah satu Cerita yang sangat melegenda secara turun- temurun dikalangan masyarakat suku Dayak Ma,anyan dan merupakan satu bagian terkecil yang tidak dapat terpisahkan dari Cerita Perjalanan Hidup Manusia,  yang jelas mengajarkan nilai perjalanan waktu kehidupan  sejak manusia pertama. Sebagai cikal bakal kehidupan tidak dapat terbatahkan adalah dari Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa  tetap berangkat dari  Mula Alah ( Dari Alah/Tuhan ) Awal Paramula, Ire Parawente Dunia .  

..

Komunitas Anak Dayak Maanyan (KOMANDAN) jln. Nnsarunai RT.V dabung (depan RSUD Tamiang Layang), Kabupaten Barito Timur, contact personne : (ebbi)+6285249537058 PIN BB: 27011fe5 (Alfirdaus) +621351946584 e-mail komandan_maanyan@yahoo.com komandanmaanyan@gmail.com